Nama : Diah Ira
Rahmawati
NIM : 133511024
Mata Kuliah : Islam dan
Budaya Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, MSI
Kebudayaan Jawa
yang Terdapat Kontroversi dalam Perspektif Islam
Beberapa hal yang diperdebatkan dalam budaya Jawa sampai saat ini,
yaitu:
a.
Sesajen
Ada
beberapadaerah diJawa
yang sebagian masyarakat Muslimnya masih mempertahankan kebiasaan atau ritual
mistik seperti sesajen hingga sekarang. Ritual tersebut dilaksanakan
untuk menolak bala dan ketika memperoleh rizki seperti panen yang melimpah dan
ini dilakukan dengan beramai-ramai atau berjemaah. Mereka membawa tumpeng
kemudian berbagai hasil panen mereka dengan jumlah yang besar, diarak
beramai-ramai ada yang di hanyutkan ke laut, seperti laut kidul, ada juga yang
di letakkan di atas gunung. Mereka mengatakan jika ritual itu tidak
dilaksanakan maka panen mereka akan gagal, dan daerah mereka akan dilanda
bencana.
Perspektif Islam Puritan:
Bahwa pada hakekatnya melakukan sesajen sebagai penghormatan
kepada roh-roh itu, meminta-minta keselamatan padanya menurut perspektif Islam
termasuk suatu kegiatan yang menyekutukan Allah SWT. Maka menyekutukan Allah SWT
dalam tinjauan Islam termasuk dosa besar.
Budaya sesajen termasuk tindakan baru di dalam adat Islami,
menyimpang dari Sunnah Nabi Muhammad SAW, oleh sebab itu amalnya ditolak.Pemeliharaan
budaya sesajen itu merusak ketauhidan kepada Allah SWT menurut perspektif
Islam. Karena itu, dengan tegas Islam menolak.
Perspektif Islam Sinkretis:
Islam tidak melarang adanya budaya dan adat istiadat pada
umatnya asalkan tidak menyimapang dari ajaran-Nya.
Islam di Indonesia tidak harus seperti Islam di Timur
Tengah, yang menerapkan penggunaan gamis ataupun cadar. Islam Nusantara adalah
gabungan nilai Islam theologis dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya dan
adat istiadat tanah air. Pada zaman Walisongo, perpaduan tradisi lokal dengan
ajaran Islam mulai dikembangkan, salah satunya adalah tradisi sesajen. Sesajenditransformasikan
menjadi tradisi selametan. Bila sesajen awalnya diniatkan
mempersembahkan makanan kepada roh-roh ghaib, namun dalam tradisi selametan,
makanan justru diberikan kepada seluruh umat Islam untuk kemudian diminta
mendo’akan pihak yang mengadakan selametan, agar selamat dunia akhirat.
Cara pendekatan ini, disebut khazanah Islam Nusantara.
b. Nyadran
Nyadran dimaknai sebagai sebuah ritual yang berupa
penghormatan kepada arwah nenek moyang dan memanjatkan doa keselamatan. Saat
agama Islam masuk ke Jawa pada sekitar abad ke-13, ritual semacam nyadran dalam
tradisi Hindu-Budha lambat laun terakulturasi dengan nilai-nilai Islam.
Akulturasi ini makin kuat ketika Walisongo menjalankan
dakwah ajaran Islam di Jawa mulai abad ke-15.Dalam tradisi nyadran, syukuran
yang dilengkapi dengan doa dan mantra adalah merupakan ritual inti. Ini
dilakukan sebagai timbal balik mereka atas rejeki yang mereka peroleh selama
ini dan harapan atas rejeki yang akan datang. Acara ritual dilaksanakan pada hari
terakhir perayaan pesta laut. Masyarakat bersama-sama menuju ke laut untuk
melaksanakan acara ritual tahunan itu. Sebagian besar dari mereka adalah para
nelayan.
Kontroversi
antara Islam Sinkretis dan Islam Puritan:
Akar dari kontroversi itu sebenarnya berawal dari campurnya
unsur Animisme, Hindu, dan Islam dalam ritual inti nyadran dan kemudian melebar
ke rangkaian-rangkaian acara yang digelar selama seminggu untuk memeriahkan
upacara itu. Kalangan muslim modernis (Muhammadiyah) menolak digelarnya upacara
nyadran dan perayaan-perayaan yang menyertainya, sedangkan kalangan muslim
tradisionalis (NU) mendukung.
Bagi mereka yang kontra, nyadran dianggap sebagai pesta
hura-hura yang mengambur-hamburkan uang karena dimeriahkan dengan berbagai
pertunjukan yang sering tidak ada hubunganya dengan pesan dari ritual nyadran
itu sendiri sebagai syukuran. Acara-acara yang seringkali digelar hingga larut
malam pun mengundang tanggapan negatif, sebab mereka dianggap memancing
kegiatan asusila (seks bebas dan mabuk-mabukan), kriminalitas (pencopetan dan
pencurian), dan kekerasan (perkelahian atau tawuran).
Para pemuda Muhammadiyah khususnya memperdebatkan pesta laut
itu. Bahkan pernah beberapa kali terlontar himbauan supaya tradisi nyadran
dihapuskan. Akan tetapi, para nelayan khususnya tidak menghiraukan larangan
yang sifatnya internal itu. Bagi mereka, upacara nyadran merupakan bentuk
kebudayaan warisan nenek moyang. Para nelayan menganggap acara nyadran
merupakan ritual wajib yang harus dilakukan. Kalangan nelayan meyakininya
karena bagi mereka, ada alasan dan tujuan tertentu yang bernuasa spiritual
seperti ritual-ritual keagamaan lain.
Pesta laut memberi kemafaatan secara materi
maupun rohani. Dengan digelar upacara nyadran, para pedagang mendapatkan rejeki
dan penikmat seni pertunjukan memperoleh hiburan yang ditawarkan dari
festival-festival yang dilakukan selama seminggu sebelum inti ritual nyadran
dilaksanakan. Namun pihak yang menentang menyatakan bahwa dampak buruk yang
ditimbulkan adalah lebih besar dari kemanfaatannya.
Karena kontroversi itu terjadi kesenjangan sosial dalam
kehidupan sehari-hari antara para nelayan dan sebagian kalangan yang tidak
menyukai acara tersebut. Jika kalangan muslim modernis (Muhammadiyah) tegas
menolak tradisi itu, lain halnya dengan kalangan muslim tradisionalis (NU). NU
tidak melarang nyadran, karenamenurut NU tradisi warisan leluhur ini
merupakan tanda syukur terhadap Tuhan gaya nelayan. Rasa syukur boleh
diungkapkan dengan berbagai cara. Bahkan nyadran bisa menjadi syiar Islam
seperti yang dilakukan oleh Walisongo dahulu. Menurut sudut pandang NU, jika
nyadran dihukumi haram, maka sudah dari dulu dilarang oleh para penyebar Islam
di Jawa.
c. Tahlilan
Membicarakan
tahlil sama saja membicarakan ketidaksepahaman antara orang NU dan
orang-orang yang tidak setuju dengan acara tahlilan. Ada sebagian orang
menganggap acara tahlilan itu sesat dan bahkan haram menurut mereka.
Tentu mereka memiliki alasan tersendiri menurut apa yang mereka pelajari dan
mereka pahami dalam persoalan agama dan tradisi. Tanpa dalil tentu mereka tidak
akan berani mengharamkan bahkan mengkafirkan pelakunya (Nahdliyyin)
sebagai subjek dari acara tahlilan itu.
Kelompok yang anti tahlil kerap menuduh tahlil sebagai bid’ah karena sebagai warisan tradisi agama pra-Islam di Jawa, yaitu Budha dan Hindu, sehingga praktek tahlil hukumnya haram dilakukan karena menyerupai dengan tradisi agama lain. Seperti halnya acara maulid Nabi Muhammad SAW yang dianggap menyerupai perayaan kelahiran dalam agama lain, misalnya Natal.
Kelompok yang anti tahlil kerap menuduh tahlil sebagai bid’ah karena sebagai warisan tradisi agama pra-Islam di Jawa, yaitu Budha dan Hindu, sehingga praktek tahlil hukumnya haram dilakukan karena menyerupai dengan tradisi agama lain. Seperti halnya acara maulid Nabi Muhammad SAW yang dianggap menyerupai perayaan kelahiran dalam agama lain, misalnya Natal.
Secara
historis, keberadaan tahlil adalah salah satu wujud keberhasilan
islamisasi terhadap tradisi-tradisi masyarakat Indonesia pra-Islam. Tradisi
masyarakat Indonesia ketika ada orang meninggal dunia adalah berkumpul di rumah
duka pada malam hari untuk berjudi, mabuk-mabukan dan sebagainya. Lambat laun
seiring dengan Islam yang mulai menyentuh mereka, acara tersebut diisi dengan
nilai-nilai keislaman yang dapat mendatangkan manfaat kepada orang yang
meninggal dunia, keluarga duka, serta masyarakat secara umum. Dari sini,
kemudian tradisi tahlilan berkembang luas di tengah masyarakat seperti
yang diamalkan oleh masyarakat saat ini.
SARAN
- SARAN
- Sebagai seorang Muslim yang bertauhid kepada Allah SWT sudah seharusnya kita harus memilih budaya yang mana patut dipertahankan dan yang patut untuk ditinggalkan, agar kita tidak termasuk orang yang menyimapang dari ajaran-Nya.
- Apapun masalah, urusan, keperluan, kesenangan, baik itu adat-istiadat atau yang lainnya, pertama kalinya bepegang teguhlah kepada agama, dahulukan agama, dalam hal ini islam sebagai agama kita Allah sebagai Tuhan kita (Tuhan yang sesungguhnya) Muhammad sebagai Rasul-Nya. Apapun yang menyangkut dengan segala urusan didunia ini telah dijelaskan oleh Allah SWT melalui kitab dan Rasul-Nya.
- Berpegang teguhlah kepada agama kemudian barulah adat istiadat kita, karena belum tentu adat-istiadat kita semuanya sejalan dengan agama. Karena tujuan hidup kita didunia adalah untuk memperoleh kebahagiaan di akhirat.